PROMOSI KESEHATAN DAN PEMELIHARAAN
A.
Pengertian dan
Lingkup Promosi Kesehatan
Dewasa ini promosi kesehatan (health promotion)
telah menjadi bidang yang semakin penting dari tahun ke tahun. Dalam tiga
dekade terakhir, telah terjadi perkembangan yang signifikan dalam hal perhatian
dunia mengenai masalah promosi kesehatan. Pada 21 November 1986, World Health
Organization (WHO) menyelenggarakan Konferensi Internasional Pertama bidang
Promosi Kesehatan yang diadakan di Ottawa, Kanada. Konferensi ini dihadiri oleh
para ahli kesehatan seluruh dunia, dan menghasilkan sebuah dokumen penting yang
disebut Ottawa Charter (Piagam Ottawa). Piagam ini menjadi rujukan bagi program promosi kesehatan
di tiap negara, termasuk Indonesia.
Dalam Piagam Ottawa disebutkan bahwa promosi kesehatan
adalah proses yang memungkinkan orang-orang untuk mengontrol dan meningkatkan
kesehatan mereka (Health promotion is the process of enabling people to
increase control over, and to improve, their health, WHO, 1986). Jadi,
tujuan akhir promosi kesehatan adalah kesadaran di dalam diri orang-orang
tentang pentingnya kesehatan bagi mereka sehingga mereka sendirilah yang akan
melakukan usaha-usaha untuk menyehatkan diri mereka.
Lebih lanjut dokumen itu menjelaskan bahwa untuk mencapai
derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental, maupun sosial, individu
atau kelompok harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasi-aspirasinya untuk
memenuhi kebutuhannya dan agar mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya
(lingkungan fisik, sosial budaya, dan sebagainya). Kesehatan adalah sebuah
konsep positif yang menitikberatkan sumber daya pada pribadi dan masyarakat
sebagaimana halnya pada kapasitas fisik. Untuk itu, promosi kesehatan tidak
hanya merupakan tanggung jawab dari sektor kesehatan, akan tetapi jauh
melampaui gaya hidup secara sehat untuk kesejahteraan (WHO, 1986).
Penyelenggaraan promosi kesehatan dilakukan dengan mengombinasikan
berbagai strategi yang tidak hanya melibatkan sektor kesehatan belaka,
melainkan lewat kerjasama dan koordinasi segenap unsur dalam masyarakat. Hal
ini didasari pemikiran bahwa promosi kesehatan adalah suatu filosofi umum yang
menitikberatkan pada gagasan bahwa kesehatan yang baik merupakan usaha individu
sekaligus kolektif (Taylor, 2003).
Bagi individu, promosi kesehatan terkait dengan
pengembangan program kebiasaan kesehatan yang baik sejak muda hingga dewasa dan
lanjut usia (Taylor, 2003). Secara kolektif, berbagai sektor, unsur, dan
profesi dalam masyarakat seperti praktisi medis, psikolog, media massa, para
pembuat kebijakan publik dan perumus perundang-undangan dapat dilibatkan dalam
program promosi kesehatan. Praktisi medis dapat mengajarkan kepada masyarakat
mengenai gaya hidup yang sehat dan membantu mereka memantau atau menangani
risiko masalah kesehatan tertentu. Para psikolog berperan dalam promosi
kesehatan lewat pengembangan bentuk-bentuk intervensi untuk membantu masyarakat
memraktikkan perilaku yang sehat dan mengubah kebiasaan yang buruk. Media massa
dapat memberikan kontribusinya dengan menginformasikan kepada masyarakat
perilaku-perilaku tertentu yang berisiko terhadap kesehatan seperti merokok dan
mengonsumsi alkohol. Para pembuat kebijakan melakukan pendekatan secara umum
lewat penyediaan informasi-informasi yang diperlukan masyarakat untuk
memelihara dan mengembangkan gaya hidup sehat, serta penyediaan sarana-sarana
dan fasilitas yang diperlukan untuk mengubah kebiasaan buruk masyarakat.
Berikutnya, perumus perundang-undangan dapat menerapkan aturan-aturan tertentu
untuk menurunkan risiko kecelakaan seperti misalnya aturan penggunaan sabuk
pengaman di kendaraan (Taylor, 2003).
Promosi kesehatan mencakup baik kegiatan promosi
(promotif), pencegahan penyakit (preventif), pengobatan (kuratif), maupun
rehabilitasi. Dalam hal ini, orang-orang yang sehat maupun mereka yang terkena
penyakit, semuanya merupakan sasaran kegiatan promosi kesehatan. Kemudian,
promosi kesehatan dapat dilakukan di berbagai ruang kehidupan, dalam keluarga,
sekolah, tempat kerja, tempat-tempat umum, dan tentu saja kantor-kantor
pelayanan kesehatan.
Dari paparan di atas, tampaklah bahwa lingkup promosi
kesehatan bukan semata-mata pendidikan, penyuluhan, atau serangkaian kampanye
mengenai masalah kesehatan. Menurut Kapalawi, pendidikan atau penyuluhan
kesehatan memang memiliki sasaran yang sama, yaitu perubahan perilaku individu
atau kelompok untuk peningkatan derajat kesehatan. Namun sebenarnya keduanya hanya
merupakan bagian kecil dari promosi kesehatan. Promosi kesehatan bersifat lebih
luas atau lebih makro lagi dan lebih menyentuh sisi advokasi pada level pembuat
kebijakan di mana promosi kesehatan berusaha melakukan perubahan pada
lingkungan dengan harapan terjadinya perubahan perilaku yang lebih baik
(Kapalawi, 2007). Menurut Green dan Ottoson (dalam Iqi, 2008), promosi
kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut pendidikan, organisasi,
kebijakan, dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan perilaku
yang menguntungkan kesehatan.
Oleh karena itu, lingkup promosi kesehatan dapat
disimpulkan sebagai berikut (Iqi, 2008):
1.
Pendidikan
kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan
perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan, dan kemampuan.
2.
Pemasaran sosial (social
marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/jasa melalui kampanye.
3.
Upaya penyuluhan
(upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada penyebaran informasi.
4.
Upaya peningkatan (promotif)
yang penekanannya pada upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.
5.
Upaya advokasi di
bidang kesehatan, yaitu upaya untuk memengaruhi lingkungan atau pihak lain agar
mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya legislasi atau
pembuatan peraturan, dukungan suasana, dan lain-lain di berbagai bidang/sektor,
sesuai keadaan).
6.
Pengorganisasian
masyarakat (community organization), pengembangan masyarakat (community
development), penggerakan masyarakat (social mobilization), pemberdayaan
masyarakat (community empowerment), dll.
B. Kegiatan
Promosi Kesehatan
Kesehatan
memerlukan prasyarat-prasyarat yang terdiri dari berbagai sumber daya dan
kondisi dasar, meliputi perdamaian (peace), perlindungan (shelter),
pendidikan (education), makanan (food), pendapatan (income),
ekosistem yang stabil (a stable eco-system), sumber daya yang
berkesinambungan (a sustainable resources), serta kesetaraan dan
keadilan sosial (social justice and equity) (WHO, 1986). Upaya-upaya peningkatan promosi kesehatan harus
memerhatikan semua prasyarat tersebut.
WHO, lewat Konferensi Internasional Pertama tentang
Promosi Kesehatan di Ottawa pada tahun 1986, telah merumuskan sejumlah kegiatan
yang dapat dilakukan oleh setiap negara untuk menyelenggarakan promosi kesehatan.
Berikut akan disediakan terjemahan dari Piagam Ottawa pada bagian yang diberi
subjudul Health Promotion Action Means. Menurut Piagam Ottawa, kegiatan-kegiatan promosi
kesehatan berarti:
1. Membangun
kebijakan publik berwawasan kesehatan (build healthy public policy)
Promosi kesehatan lebih daripada sekadar perawatan
kesehatan. Promosi kesehatan menempatkan kesehatan pada agenda dari pembuat
kebijakan di semua sektor pada semua level, mengarahkan mereka supaya sadar
akan konsekuensi kesehatan dari keputusan mereka dan agar mereka menerima
tanggung jawab mereka atas kesehatan.
Kebijakan promosi kesehatan mengombinasikan pendekatan
yang berbeda namun dapat saling mengisi termasuk legislasi, perhitungan fiskal,
perpajakan, dan perubahan organisasi. Ini adalah kegiatan yang terkoordinasi
yang membawa kepada kesehatan, pendapatan, dan kebijakan sosial yang
menghasilkan kesamaan yang lebih besar. Kegiatan terpadu memberikan kontribusi
untuk memastikan barang dan jasa yang lebih aman dan lebih sehat, pelayanan
jasa publik yang lebih sehat dan lebih bersih, dan lingkungan yang lebih menyenangkan.
Kebijakan promosi kesehatan memerlukan identifikasi
hambatan untuk diadopsi pada kebijakan publik di luar sektor kesehatan, serta
cara menghilangkannya. Hal ini dimaksudkan agar dapat membuat pilihan yang
lebih sehat dan lebih mudah untuk pembuat keputusan.
2. Menciptakan
lingkungan yang mendukung (create supportive environments)
Masyarakat kita kompleks dan saling berhubungan. Kesehatan tidak dapat dipisahkan dari tujuan-tujuan lain.
Kaitan yang tak terpisahkan antara manusia dan lingkungannya menjadikan basis
untuk sebuah pendekatan sosio-ekologis bagi kesehatan. Prinsip panduan
keseluruhan bagi dunia, bangsa, kawasan, dan komunitas yang serupa, adalah
kebutuhan untuk memberi semangat pemeliharaan yang timbal-balik —untuk
memelihara satu sama lain, komunitas, dan lingkungan alam kita. Konservasi
sumber daya alam di seluruh dunia harus ditekankan sebagai tanggung jawab
global.
Perubahan pola hidup, pekerjaan, dan waktu luang memiliki
dampak yang signifikan pada kesehatan. Pekerjaan dan waktu luang harus menjadi
sumber kesehatan untuk manusia. Cara masyarakat mengatur kerja harus dapat
membantu menciptakan masyarakat yang sehat. Promosi kesehatan menciptakan
kondisi hidup dan kondisi kerja yang aman, yang menstimulasi, memuaskan, dan
menyenangkan.
Penjajakan sistematis dampak kesehatan dari lingkungan
yang berubah pesat.—terutama di daerah teknologi, daerah kerja, produksi energi
dan urbanisasi–- sangat esensial dan harus diikuti dengan kegiatan untuk
memastikan keuntungan yang positif bagi kesehatan masyarakat. Perlindungan alam
dan lingkungan yang dibangun serta konservasi dari sumber daya alam harus
ditujukan untuk promosi kesehatan apa saja.
3. Memerkuat
kegiatan-kegiatan komunitas (strengthen community actions)
Promosi
kesehatan bekerja melalui kegiatan komunitas yang konkret dan efisien dalam
mengatur prioritas, membuat keputusan, merencanakan strategi dan
melaksanakannya untuk mencapai kesehatan yang lebih baik. Inti dari proses ini
adalah memberdayakan komunitas –-kepemilikan mereka dan kontrol akan usaha dan
nasib mereka.
Pengembangan
komunitas menekankan pengadaan sumber daya manusia dan material dalam komunitas
untuk mengembangkan kemandirian dan dukungan sosial, dan untuk mengembangkan
sistem yang fleksibel untuk memerkuat partisipasi publik dalam masalah
kesehatan. Hal ini memerlukan akses yang penuh serta terus menerus akan
informasi, memelajari kesempatan untuk kesehatan, sebagaimana penggalangan
dukungan.
4. Mengembangkan keterampilan individu (develop personal
skills)
Promosi kesehatan mendukung pengembangan personal dan
sosial melalui penyediaan informasi, pendidikan kesehatan, dan pengembangan
keterampilan hidup. Dengan demikian, hal ini meningkatkan pilihan yang tersedia
bagi masyarakat untuk melatih dalam mengontrol kesehatan dan lingkungan mereka,
dan untuk membuat pilihan yang kondusif bagi kesehatan.
Memungkinkan masyarakat untuk belajar melalui kehidupan
dalam menyiapkan diri mereka untuk semua tingkatannya dan untuk menangani
penyakit dan kecelakaan sangatlah penting. Hal ini harus difasilitasi dalam
sekolah, rumah, tempat kerja, dan semua lingkungan komunitas.
5. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health services)
Tanggung jawab untuk promosi kesehatan pada pelayanan
kesehatan dibagi di antara individu, kelompok komunitas, profesional kesehatan,
institusi pelayanan kesehatan, dan pemerintah.
Mereka harus bekerja sama melalui suatu sistem perawatan
kesehatan yang berkontribusi untuk pencapaian kesehatan. Peran sektor kesehatan
harus bergerak meningkat pada arah promosi kesehatan, di samping tanggung
jawabnya dalam menyediakan pelayanan klinis dan pengobatan. Pelayanan kesehatan
harus memegang mandat yang meluas yang merupakan hal sensitif dan ia juga harus
menghormati kebutuhan kultural. Mandat ini harus mendukung kebutuhan individu
dan komunitas untuk kehidupan yang lebih sehat, dan membuka saluran antara
sektor kesehatan dan komponen sosial, politik, ekonomi, dan lingkungan fisik
yang lebih luas.
Reorientasi pelayanan kesehatan juga memerlukan perhatian
yang kuat untuk penelitian kesehatan sebagaimana perubahan pada pelatihan dan
pendidikan profesional. Hal ini harus membawa kepada perubahan sikap dan
pengorganisasian pelayanan kesehatan dengan memfokuskan ulang kepada kebutuhan
total dari individu sebagai manusia seutuhnya.
6. Bergerak
ke masa depan (moving into the future)
Kesehatan
diciptakan dan dijalani oleh manusia di antara pengaturan dari kehidupan mereka
sehari-hari di mana mereka belajar, bekerja, bermain, dan mencintai. Kesehatan
diciptakan dengan memelihara satu sama lain dengan kemampuan untuk membuat
keputusan dan membuat kontrol terhadap kondisi kehidupan seseorang, dan dengan
memastikan bahwa masyarakat yag didiami seseorang menciptakan kondisi yang
memungkinkan pencapaian kesehatan oleh semua anggotanya.
Merawat,
kebersamaan, dan ekologi adalah isu-isu yang penting dalam mengembangkan
strategi untuk promosi kesehatan. Untuk itu, semua yang terlibat harus
menjadikan setiap fase perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan promosi
kesehatan serta kesetaraan antara pria dan wanita sebagai acuan utama.
Dari
enam hal di atas, setidaknya dapat disimpulkan dua kata kunci kegiatan promosi
kesehatan, yakni advokasi (advocacy) dan pemberdayaan (empowerment).
a. Advokasi
Advokasi
terhadap kesehatan merupakan sebuah upaya yang dilakukan orang-orang di bidang
kesehatan, utamanya promosi kesehatan, sebagai bentuk pengawalan terhadap
kesehatan. Advokasi ini lebih menyentuh pada level pembuat kebijakan, bagaimana
orang-orang yang bergerak di bidang kesehatan bisa memengaruhi para pembuat
kebijakan untuk lebih tahu dan memerhatikan kesehatan. Advokasi dapat dilakukan
dengan memengaruhi para pembuat kebijakan untuk membuat peraturan-peraturan
yang bisa berpihak pada kesehatan dan peraturan tersebut dapat menciptakan
lingkungan yang dapat mempengaruhi perilaku sehat dapat terwujud di masyarakat
(Kapalawi, 2007). Advokasi bergerak secara top-down (dari atas ke bawah).
Melalui advokasi, promosi kesehatan masuk ke wilayah politik.
b. Pemberdayaan
Di
samping advokasi kesehatan, strategi lain dari promosi kesehatan adalah
pemberdayaan masyarakat di dalam kegiatan-kegiatan kesehatan. Pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan lebih kepada untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam bidang kesehatan. Jadi sifatnya bottom-up (dari bawah
ke atas). Partisipasi masyarakat adalah kegiatan pelibatan masyarakat dalam
suatu program. Diharapkan dengan tingginya partisipasi dari masyarakat maka
suatu program kesehatan dapat lebih tepat sasaran dan memiliki daya ungkit yang
lebih besar bagi perubahan perilaku karena dapat menimbulkan suatu nilai di
dalam masyarakat bahwa kegiatan-kegiatan kesehatan tersebut itu dari kita dan untuk
kita (Kapalawi, 2007).
Dengan
pemberdayaan masyarakat, diharapkan masyarakat dapat berperan aktif atau
berpartisipasi dalam setiap kegiatan. Sebagai unsur dasar dalam pemberdayaan,
partisipasi masyarakat harus ditumbuhkan. Pemberdayaan masyarakat dalam bidang
kesehatan pada dasarnya tidak berbeda dengan pemberdayaan masyarakat dalam
bidang-bidang lainnya. Partisipasi dapat terwujud dengan syarat (Tawi, 2008):
1) Adanya
saling percaya antaranggota masyarakat
2) Adanya ajakan dan kesempatan untuk berperan aktif
3) Adanya manfaat yang dapat dan segera dapat dirasakan oleh
masyarakat
4) Adanya contoh dan keteladanan dari tokoh/pemimpin
masyarakat.
Partisipasi itu harus didukung oleh adanya kesadaran dan
pemahaman tentang bidang yang diberdayakan, disertai kemauan dari kelompok
sasaran yang akan menempuh proses pemberdayaan. Dengan begitu, kegiatan promosi
kesehatan akan berlangsung dengan sukses.
Referensi:
Iqi,
Iqbal, 2008, Promosi Kesehatan, dalam http://iqbal-iqi.blogspot.com,
diakses tanggal 15 Oktober 2008.
Kapalawi,
Irwandi, 2007, Tantangan Bidang Promosi Kesehatan Dewasa Ini, dalam
Irwandykapalawi.wordpress.com, diakses tanggal 25 September 2008.
Tawi,
Mirzal, 2008, Pemberdayaan Masyarakat dalam Promosi Kesehatan, diambil
dari http://syehaceh.wordpress.com/2008/05/13/pemberdayaan-masyarakat-dalam-promkes,
diakses tanggal 15 Oktober 2008
Taylor, Shelley E., 2003, Health
Psychology, 5th edition, New York: McGraw Hill.
WHO, 1986, The Ottawa
Charter for Health Promotion, Geneva: WHO, dari http://www.who.int/health
promotion/conferences/previous/ottawa/en/, diakses tanggal 25 September 2008.
WHO, 1998, Health
Promotion Glossary, Geneva: WHO.
PENCEGAHAN DN PEMELIHARAAN
Epidemiologi merupakan ilmu dasar pencegahan dengan
sasaran utama adalah mencegah dan menanggulangi penyakit dalam masyarakat.
Secara umum, pencegahan yaitu mengambil tindakan terlebih dahulu sebelum
kejadian. Tujuan utama pencegahan penyakit adalah menghalangi perkembangan
penyakit dan kesakitan sebelum sempat berlanjut kea rah yang lebih parah.
Konsep pencegahan meluas, mencakup langkah-langkah untuk mengganggu atau
memperlambat penyakit atau kelainan.
A. Pengertian Pencegahan
Pencegahan adalah
mengambil suatu tindakan yang diambil terlebih dahulu sebelum kejadian, dengan
didasarkan pada data/keterangan yang bersumber dari hasil analisis epidemiologi
atau hasil pengamatan/penelitian epidemiologi (Nasry, 2006). Pencegahan merupakan komponen yang
paling penting dari berbagai aspek kebijakan publik (sebagai contoh pencegahan
kejahatan, pencegahan penyalahgunaan anak, keselamatan berkendara), banyak juga
yang berkontribusi secara langsung maupun tidak langsung untuk kesehatan.
Konsep pencegahan adalah suatu bentuk upaya sosial untuk promosi, melindungi,
dan mempertahankan kesehatan pada suatu populasi tertentu (National Public
Health Partnership, 2006).
B. Tingkat pencegahan
Salah satu kegunaan pengetahuan tentang riwayat alamiah
penyakit adalah untuk dipakai dalam merumuskan dan melakukan upaya pencegahan.
Artinya, dengan mengetahui perjalanan penyakit dari waktu ke waktu serta
perubahan yang terjadi di setiap masa/fase tersebut, dapat dipikirkan
upaya-upaya pencegahan apa yang sesuai dan dapat dilakukan sehingga penyakit
itu dapat dihambat perkembangannya sehingga tidak menjadi lebih berat, bahkan
dapat disembuhkan. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan akan sesuai dengan
perkembangan patologis penyakit itu dari waktu ke waktu, sehingga upaya
pencegahan itu di bagi atas berbagai tingkat sesuai dengan perjalanan penyakit.
Dalam epidemiologi dikenal ada empat tingkat utama
pencegahan penyakit, yaitu :
1. Pencegahan tingkat awal (Priemodial
Prevention)
2. Pencegahan tingkat pertama (Primary
Prevention)
3. Pencegahan tingkat kedua (Secondary
Prevention)
4. Pencegahan tingkat ketiga (Tertiary
Prevention)
Pencegahan
tingkat awal dan pertama berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam
tahap prepatogenesis, sedangkan pencegahan tingkat kedua dan ketiga sudah
berada dalam keadaan pathogenesis atau penyakit sudah tampak. Bentuk-bentuk
upaya pencegahan yang dilakukan pada setiap tingkat itu meliputi 5 bentuk upaya
pencegahan sebagai berikut :
1.
Pencegahan
tingkat awal (primodial prevention)
v Pemantapan status kesehatan
(underlying condition)
2.
Pencegahan tingkat pertama (Primary
Prevention)
v Promosi kesehatan (health promotion)
v Pencegahan khusus
3.
Pencegahan
tingkat kedua (Secondary Prevention)
v Diagnosis awal dan pengobatan tepat
(early diagnosis and prompt treatment)
v Pembatasan kecacatan (disability
limitation)
4.
Pencegahan
tingkat ketiga (Tertiary Prevention)
v Rehabilitasi (rehabilitation)
Tingkat pencegahan dan kelompok
targetnya menurut fase penyakit
Tingkat
pencegahan
|
Fase
penyakit
|
Kelompok
target
|
Primordial
|
Kondisi
normal kesehatan
|
Populasi
total dan kelompok terpilih
|
Primary
|
Keterpaparan
factor penyebab khusus
|
Populasi
total dan kelompok terpilih dan individu sehat
|
Secondary
|
Fase
patogenesitas awal
|
Pasien
|
Tertiary
|
Fase
lanjut (pengobatan dan rehabilitasi)
|
Pasien
|
Sumber
: Beoglehole, WHO 1993
Hubungan kedudukan riwayat
perjalanan penyakit, tingkat pencegahan dan upaya pencegahan:
Riwayat
penyakit
|
Tingkat
pencegahan
|
Upaya
pencegahan
|
Pre-patogenesis
|
Primordial
prevention
Primary
prevention
|
Underlying
condition
Health
promotion
Specific
protection
|
Pathogenesis
|
Secondary
prevention
Tertiary
prevention
|
Early
diagnosis and prompt treatment
Disability
limitation
Rehabilitation
|
Sumber
: Beoglehole, WHO 1993
Salah satu teori public health yang berkaitan dengan
pencegahan timbulnya penyakit dikenal dengan istilah 5 Level Of Prevention Against Diseases. Leavel dan Clark dalam
bukunya Preventive Medicine For The Doctor
In His Community mengemukakan adanya tiga tingkatan dalam proses pencegahan
terhadap timbulnya suatu penyakit. Kedua tingkatan utama tersebut meliputi
hal-hal sebagai berikut :
1) Fase
sebelum sakit
Fase pre-pathogenesis
dengan tingkat pencegahan yang disebut pencegahan primer (primary prevention). Fase ini ditandai dengan adanya keseimbangan
antara agent (kuman penyakit/
penyebab), host (pejamu) dan environtment (lingkungan).
2) Fase
selama proses sakit
Fase
pathogenesis, terbagi dalam 2
tingkatan pencegahan yang disebut pencegahan sekunder (secondary prevention) dan pencegahan tersier (tertiary prevention). Fase
ini dimulai dari pertama kali seorang terkena sakit yang pada akhirnya memiliki
kemungkinan sembuh atau mati.
Pada dasarnya ada 4 tingkat pencegahan
penyakit secara umum, yakni pencegahan tingkat dasar (primordial prevention), pencegahan tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi
promosi kesehatan dan pencegahan khusus, pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis
dini serta pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) yang meliputi
pencegahan terhadap terjadinya cacat dan terakhir adalah rehabilitasi. Keempat
tingkat pencegahan tersebut saling berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya
sering dijumpai keadaan yang tumpang tindih.
1.
Pencegahan tingkat Dasar (Primordial Prevention)
Pencegahan tingkat dasar merupakan usaha mencegah
terjadinya risiko atau mempertahankan keadaan risiko rendah dalam masyarakat
terhadap penyakit secara umum.
Tujuan
primordial prevention ini adalah untuk menghindari terbentuknya pola hidup
social-ekonomi dan cultural yang mendorong peningkatan risiko penyakit . upaya
ini terutama sesuai untuk ditujukan kepada masalah penyakit tidak menular
yang dewasa ini cenderung menunjukan peningkatannya.
Pencegahan ini meliputi usaha memelihara dan
mempertahankan kebiasaan atau pola hidup yang sudah ada dalam masyarakat yang
dapat mencegah meningkatnya risiko terhadap penyakit dengan melestarikan pola
atau kebiasaan hidup sehat yang dapat mencegah atau mengurangi tingkat risiko
terhadap penyakit tertentu atau terhadap berbagai penyakit secara umum.
Contohnya seperti memelihara cara makan, kebiasaan berolahraga, dan kebiasaan
lainnya dalam usaha mempertahankan tingkat risiko yang rendah terhadap berbagai
penyakit tidak menular.
Selain itu pencegahan tingkat dasar ini dapat
dilakukan dengan usaha mencegah timbulnya kebiasaan baru dalam masyarakat atau
mencegah generasi yang sedang tumbuh untuk tidak melakukan kebiasaan hidup yang
dapat menimbulkan risiko terhadap berbagai penyakit seperti kebiasaan merokok,
minum alkhohol dan sebagainya. Sasaran pencegahan tingkat dasar ini terutama
kelompok masyarakat usia muda dan remaja dengan tidak mengabaikan orang dewasa
dan kelompok manula. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa pencegahan awal ini diarahkan kepada
mempertahankan kondisi dasar atau status kesehatan masyarakat yang bersifat
positif yang dapat mengurangi kemungkinan suatu penyakit atau factor risiko
dapat berkembang atau memberikan efek patologis. Factor-faktor itu tampaknya
banyak bersifat social atau berhubungan dengan gaya hidup atau pola makan.
Upaya awal terhadap tingkat pencegahan primordial ini merupakan upaya
mempertahankan kondisi kesehatan yang positif yang dapat melindungi masyarakat
dari gangguan kondisi kesehatan yang sudah baik.
Dari uraian diatas dapat dimengerti bahwa usaha
pencegahan primordial ini sering kali disadari pentingnya apabila sudah
terlambat. Oleh karena itu, epidemiologi sangat penting dalam upaya pencegahan
penyakit.
2. Pencegahan
Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Pencegahan tingkat pertama merupakan
upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah
orang yang sehat menjadi sakit (Eko budiarto, 2001). Pencegahan tingkat pertama (primary
prevention) dilakukan dengan dua cara : (1) menjauhkan agen agar tidak dapat
kontak atau memapar penjamu, dan (2) menurunkan kepekaan penjamu. Intervensi
ini dilakukan sebelum perubahan patologis terjadi (fase prepatogenesis). Jika
suatu penyakit lolos dari pencegahan primordial, maka giliran pencegahan
tingkat pertama ini digalakan. Kalau lolos dari upaya maka penyakit itu akan
segera dapat timbul yang secara epidemiologi tercipta sebagai suatu penyakit
yang endemis atau yang lebih berbahaya kalau tumbuldalam bentuk KLB.
Pencegahan
tingkat pertama merupakan suatu usaha pencegahan penyakit melalui usaha-usaha
mengatasi atau mengontrol faktor-faktor risiko dengan sasaran utamanya orang
sehat melalui usaha peningkatan derajat kesehatan secara umum (promosi
kesehatan) serta usaha pencegahan k husus
terhadap penyakit tertentu. Tujuan pencegahan tingkat pertama adalah mencegah
agar penyakit tidak terjadi dengan mengendalikan agent dan faktor determinan.
Pencegahan tingkat pertama ini didasarkan pada hubungan interaksi antara pejamu
(host), penyebab (agent atau pemapar), lingkungan (environtment) dan proses kejadian
penyakit.
Pejamu(host)
|
perbaikan status gizi, status
kesehatan dan pemberian imunisasi.
|
Penyebab (agent)
|
menurunkan pengaruh serendah mungkin
seperti dengan penggunaan desinfeksi,
pasteurisasi, sterilisasi, penyemprotan insektisida yang dapat memutus rantai
penularan.
|
Lingkungan (environment):
|
perbaikan lingkungan fisik yaitu
dengan perbaikan air bersih, sanaitasi lingkungan dan perumahan.
|
Usaha pencegahan penyakit tingkat pertama secara
garis besarnya dapat dibagi dalam usaha peningkatan derajat kesehatan dan usaha
pencegahan khusus. Usaha peningkatan derajat kesehatan (health promotion) atau pencegahan umum yakni meningkatkan derajat
kesehatan perorangan dan masyarakat secara optimal, mengurangi peranan penyebab
dan derajat risiko serta meningkatkan lingkungan yang sehat secara optimal. contohnya
makan makanan bergizi seimbang, berperilaku sehat, meningkatkan kualitas
lingkungan untuk mencegah terjadinya penyakit misalnya, menghilangkan tempat
berkembang biaknya kuman penyakit, mengurangi dan mencegah polusi udara,
menghilangkan tempat berkembang biaknya vektor penyakit misalnya genangan air
yang menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes atau terhadap agent penyakit
seperti misalnya dengan memberikan antibiotic untuk membunuh kuman.
Adapun usaha pencegahan khusus (specific protection) merupakan usaha yang ter-utama ditujukan
kepada pejamu dan atau pada penyebab untuk meningkatkan daya tahan maupun untuk
mengurangi risiko terhadap penyakit tertentu. Contohnya yaitu imunisasi atau
proteksi bahan industry berbahaya dan bising, melakukan kegiatan kumur-kumur
dengan larutan Flour untuk mencegah terjadinya karies pada gigi. Sedangkan
terhadap kuman penyakit misalnya mencuci tangan dengan larutan antiseptic
sebelum operasi untuk mencegah infeksi, mencuci tangan dengan sabun sebelum
makan untuk mencegah penyakit diare.
Terdapat dua macam strategi pokok dalam usaha
pencegahan primer, yakni : (1) strategi dengan sasaran populasi secara
keseluruhan dan (2) strategi dengan sasaran hanya terbatas pada kelompok risiko
tinggi. Strategi pertama memiliki sasaran lebih luas sehingga lebih bersifat
radikal, memiliki potensi yang besar pada populasi dan sangat sesuai untuk
sasaran perilaku. Sedangkan pada strategi kedua, sangat mudah diterapkan secara
individual, motivasi subjek dan pelaksana cukup tinggi serta rasio antara
manfaat dan tingkat risiko cukup baik.
Pencegahan
pertama dilakukan pada masa sebelum sakit yang dapat berupa :
a) Penyuluhan
kesehatan yang intensif.
b) Perbaikan
gizi dan penyusunan pola menu gizi yang adekuat.
c) Pembinaan
dan pengawasan terhadap pertumbuhan balita khususnya anak-anak, dan remaja pada
umumnya.
d) Perbaikan
perumahan sehat.
e) Kesempatan
memperoleh hiburan yang sehat untuk memungkinkan pengembangan kesehatan mental
maupu sosial.
f) Nasihat
perkawinan dan pendidikan seks yang bertanggung jawab.
g) Pengendalian
terhadap faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi timbulnya suatu penyakit.
h) Perlindungan
terhadap bahaya dan kecelakaan kerja.
Pencegahan primer merupakan upaya
terbaik karena dilakukan sebelum kita jatuh sakit dan ini adalah sesuai dengan
“konsep sehat” yang kini dianut dalam kesehatan masyarakat modern.
3. pencegahan
tingkat kedua (secondary prevention)
Sasaran utama pada mereka yang baru terkena penyakit
atau yang terancam akan menderita penyakit tertentu melalui diagnosis dini
untuk menemukan status patogeniknya serta pemberian pengobatan yang cepat dan
tepat. Tujuan utama pencegahan tingkat kedua ini, antara lain untuk mencegah
meluasnya penyakit menular dan untuk menghentikan proses penyakit lebih lanjut,
mencegah komplikasi hingga pembatasan cacat. Usaha pencegahan penyakit tingkat
kedua secara garis besarnya dapat dibagi dalam diagnosa dini dan pengobatan
segera (early diagnosis and promt
treatment) serta pembatasan cacat.
Tujuan utama dari diagnosa dini ialah mencegah
penyebaran penyakit bila penyakit ini merupakan penyakit menular, dan tujuan
utama dari pengobatan segera adalah untuk mengobati dan menghentikan proses
penyakit, menyembuhkan orang sakit dan mencegah terjadinya komplikasi dan
cacat. Cacat yang terjadi diatasi terutama untuk mencegah penyakit menjadi berkelanjutan
hingga mengakibatkan terjadinya kecacatan yang lebih baik lagi.
Salah
satu kegiatan pencegahan tingkat kedua adalah menemukan penderita secara aktif
pada tahap dini. Kegiatan ini meliputi : (1) pemeriksaan berkala pada kelompok
populasi tertentu seperti pegawai negeri, buruh/ pekerja perusahaan tertentu,
murid sekolah dan mahasiswa serta kelompok tentara, termasuk pemeriksaan
kesehatan bagi calon mahasiswa, calon pegawai, calon tentara serta bagi mereka
yang membutuhkan surat keterangan kesehatan untuk kepentingan tertentu ; (2)
penyaringan (screening) yakni
pencarian penderita secara dini untuk penyakit yang secara klinis belum tampak gejala
pada penduduk secara umum atau pada kelompok risiko tinggi ; (3) surveilans
epidemiologi yakni melakukan pencatatan dan pelaporan sacara teratur dan
terus-menerus untuk mendapatkan keterangan tentang proses penyakit yang ada
dalam masyarakat, termasuk keterangan tentang kelompok risiko tinggi.
Selain itu, pemberian pengobatan dini pada mereka
yang dijumpai menderita atau pemberian kemoprofilaksis bagi mereka yang sedang
dalam proses patogenesis termasuk mereka dari kelompok risiko tinggi penyakit
menular tertentu.
Pencegahan pada tingkat ketiga ini merupakan
pencegahan dengan sasaran utamanya adalah penderita penyakit tertentu, dalam
usaha mencegah bertambah beratnya penyakit atau mencegah terjadinya cacat serta
program rehabilitasi. Tujuan utamanya adalah mencegah proses penyakit lebih
lanjut, seperti pengobatan dan perawatan khusus penderita kencing manis,
tekanan darah tinggi, gangguan saraf dan lain-lain serta mencegah terjadinya
cacat maupun kematian karena penyebab tertentu, serta usaha rehabilitasi.
Rehabilitasi merupakan usaha pengembalian fungsi
fisik, psikologis dan sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi
fisik/medis (seperti pemasangan protese), rehabilitasi mental (psychorehabilitation) dan rehabilitasi
sosial, sehingga setiap individu dapat menjadi anggota masyarakat yang
produktif dan berdaya guna.
Daftar Pustaka
Budiarto, Eko & Dewi Anggraeni.
2003. Pengantar Epidemiologi edisi 2.
Jakarta : EGC.
C.Timmreck,
Thomas. 2005. Epidemiologi Suatu
Pengantar edisi 2. Jakarta : EGC.
Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Kebidanan. Jakarta
: EGC.
Ryadi, slamet & T. Wijayanti. 2010. Dasar-Dasar Epidemiologi. Jakarta : Salemba Medika.
Soemirat, Juli. 1999. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
ETIOLOGI MASALAH PANGAN GIZI DAN BERKOLERASI
KESEHATAN DAN DISFUNGSI
A.
Jenis
Permasalahan Pangan
Permasalahan
pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi ketidakmampuan untuk memperoleh
pangan yang cukup dan sesuai untuk hidup sehat dan beraktivitas dengan baik
untuk sementara waktu dalam jangka panjang. Ada dua jenis permasalahan pangan,
yaitu yang bersifat kronis dan bersifat sementara.
Permasalahan
pangan kronis merupakan kondisi kurang pangan (untuk tingkat rumah tangga
berarti kepemilikan pangan lebih sedikit daripada kebutuhan dan untuk tingkat
individu konsumsi pangan lebih rendah dari pada kebutuhan biologis) yang
terjadi sepanjang waktu.
Sedangkan
permasalahan pangan kronis mencakup permasalahan pangan musiman. Permasalahan
ini terjadi karena adanya keterbatasan ketersediaan pangan oleh rumah tangga,
terutama masyarakat yang berada di pedesaan.
B.
Jenis-jenis
Masalah Gizi Makro dan Mikro
Secara
umum di Indonesia terdapat dua masalah gizi utama yaitu kurang gizi makro dan
kurang gizi mikro. Kurang gizi makro pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan
yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein. Masalaha gizi makro
adalah masalah gizi yang utamanya disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan
dan asupan energi dan protein. Kekurangan zat gizi makro (kekurangan atau
ketidak seimbangan asupan energi dan protein) umumnya disertai dengan
kekurangan zat gizi mikro (vitamin dan mineral).
Sumber
daya manusia merupakan syarat mutlak menuju pembangunan disegala bidang. Status
gizi merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh pada kualitas sumber
daya manusia terutama terkait dengan kecerdasan, produktivitas, dan kreativitas
sumber daya manusia. Sementara itu, di Indonesia masih menghadapi empat masalah
gizi utama yaitu kurang kalori protein dan obesitas (masalah gizi ganda),
kurang Vitamin A, gangguan akibat kurang iodium (GAKI), anemia zat besi.
Kurang
kalori protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya
konsumsi zat energi dan zat protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak
memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). (Supriasa, 2001). Sedangkan obesitas
adalah Keadaan patologis dengan
terdapatnya penimbunan lemak yang berlebihan daripada yang diperlukan untuk
fungsi tubuh.
Kurang
Vitamin A disebabkan oleh kurangnya asupan vitamin A dari makanan, rendahnya
kualitas makanan (vit A), penyakit Infeksi dan Parasit, serta rendahnya vitamin
A dalam ASI (Bayi).
GAKY adalah sekumpulan gejala yang
timbul karena tubuh seseorang kekurangan unsur yodium secara terus menerus
dalam jangka waktu lama.
Defisiensi Fe merupakan akibat dari
rendahnya biovailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode
kehamilan dan mnyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit
cacingan atau schistosomiasis. Anemia defisiensi Fe terjadi pada tahap anemia
tingkat berat (severe) yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh
memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.
C. Determinan
Masalah Pangan
Permasalahan pangan terjadi jika
suatu rumah tangga, masyarakat atau daerah tertentu mengalami ketidak-cukupan
pangan untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan
kesehatan seluruh individu anggota keluarganya.
Ada tiga hal penting yang mempengaruhi tingkat permasalahan
pangan, yaitu :
a. Kemampuan penyediaan pangan kepada
individu/rumah;
b. Kemampuan individu / rumah tangga
untuk mendapatkan pangan;
c. Proses distribusi dan pertukaran
pangan yang tersedia dengan sumber daya yang dimiliki oleh individu/rumah
tangga.
Ketiga hal
tersebut, pada kondisi terjadinya permasalahan pangan yang akut atau kronis dapat
muncul secara stimultan dan bersifat relatif permanen. Sedangkan pada kasus
permasalahan pangan musiman dan sementara, faktor yang berpengaruh hanya salah
satu atau dua faktor yang tidak permanen.
Permasalahan pangan yang muncul
tidak hanya persoalan produksi pangan semata, namun juga merupakan
masalah multidimensional, yakni juga mencakup masalah pendidikan, tenaga
kerja, kesehatan, kebutuhan dan prasarana fisik.
Permasalahan pangan tidak hanya
ditentukan oleh tiga pilar tersebut namun oleh sejumlah faktor berikut:
1. Sumber Daya Lahan
Menurut
staf khusus dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) (Herman Siregar), lahan sawah
terancam semakin cepat berkurang, walaupun sebenarnya lahan yang secara
potensial dapat digunakan, belum digunakan masih banyak.
Alasannya,
pencetakan sawah baru menemui banyak kendala, termasuk biayanya yang mahal,
sehingga tambahan lahan pertanian setiap tahun tidak signifikan dibandingkan
dengan luas areal yang terkonversi untuk keperluan non-pertanian. Ironisnya,
laju konversi lahan pertanian tidak bisa dikurangi, bahkan terus meningkat dari
tahun ke tahun, sejalan dengan pesatnya urbanisasi (yang didorong oleh
peningkatan pendapatan per kapita dan imigrasi dari perdesaan ke perkotaan),
dan industrialisasi.
2. Infrastruktur
Menurut analisis Khomsan
(2008), lambannya pembangunan infrastruktur ikut berperan menentukan
pangsa sektor pertanian dalam mendukung ketahanan pangan. Pembangunan
infrastruktur pertanian sangat penting dalam mendukung produksi pangan yang
mantap. Perbaikan infrastruktur pertanian seyogyanya terus dilakukan
sehingga tidak menjadi kendala penyaluran produk pertanian dan tidak mengganggu
arus pendapatan ke petani.
Sistem dan jaringan Irigasi
(termasuk bendungan dan waduk) merupakan bagian penting dari
infrastruktur pertanian. Ketersediaan jaringan irigasi yang baik, diharapkan
dapat meningkatkan volume produksi dan kualitas komoditas pertanian, terutama
tanaman pangan.
3. Teknologi dan Sumber Daya Manusia
Teknologi dan SDM merupakan dua
faktor produksi yang sifatnya komplementer, dan ini berlaku di semua sektor,
termasuk pertanian. Kualitas SDM di sektor pertanian sangat rendah jika
dibandingkan di sektor-sektor ekonomi lainnya seperti industri manufaktur,
keuangan, dan jasa. Berdasarkan Sensus Pertanian 2003, lebih dari 50% dari
jumlah petani adalah dari kategori berpendidikan rendah, kebanyakan hanya
sekolah dasar (SD). Rendahnya pendidikan formal ini tentu sangat berpengaruh
terhadap kemampuan petani Indonesia mengadopsi teknologi-teknologi baru,
termasuk menggunakan traktor dan mesin pertanian lainnya secara efisien.
4. Energi
Energi sangat penting untuk kegiatan
pertanian lewat dua jalur, yakni langsung dan tidak langsung. Jalur langsung
adalah energi seperti listrik atau bahan bakar minyak (BBM) yang digunakan oleh
petani dalam kegiatan bertaninya, misalnya dalam menggunakan traktor. Sedangkan
lewat jalur tidak langsung adalah energi yang digunakan oleh pabrik pupuk dan
pabrik yang membuat input-input lainnya dan alat-alat transportasi dan
komunikasi
5. Modal
Keterbatasan modal menjadi salah
satu penyebab rapuhnya ketahanan pangan di Indonesia. Diantara sektor-sektor
ekonomi, pertanian yang selalu paling sedikit mendapat kredit dari perbankan
(dan juga dana investasi) di Indonesia. Kekurangan modal juga menjadi penyebab
banyak petani tidak mempunyai mesin giling sendiri. Padahal jika petani
mempunyai mesin sendiri, artinya rantai distribusi bertambah pendek sehingga
kesempatan lebih besar bagi petani untuk mendapatkan lebih banyak penghasilan.
Berdasarkan SP 2003, tercatat hanya sekitar 3,06% dari jumlah petani yang
pernah mendapatkan kredit bank, sedangkan sisanya membiayai kegiatan bertani
dengan menggunakan uang sendiri.
6. Lingkungan Fisik/Iklim
Dampak pemanasan global diduga juga
berperan dalam menyebabkan krisis pangan dunia, termasuk di Indonesia, karena
pemanasan global menimbulkan periode musim hujan dan musim kemarau yang semakin
tidak menentu.
Pola tanam dan estimasi produksi
pertanian serta persediaan stok pangan menjadi sulit diprediksi dengan akurat.
Pertanian pertanian pangan, merupakan sektor yang paling rentan terhadap dampak
perubahan iklim, khususnya yang mengakibatkan musim kering berkepanjangan; hal
ini karena pertanian pangan di Indonesia masih sangat mengandalkan pada
pertanian sawah yang memerlukan banyak air.
Dampak langsung dari pemanasan
global terhadap pertanian di Indonesia adalah penurunan produktivitas dan
tingkat produksi sebagai akibat terganggunya siklus air karena perubahan pola
hujan dan meningkatnya frekuensi anomali cuaca ekstrim, dapat mengakibatkan
pergeseran waktu, musim, dan pola tanam.
C.
Determinan Masalah Gizi
Terdapat 6 faktor yang mempengaruhi masalah gizi, yaitu:
1. Faktor manusia
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kondisi tubuh manusia, yaitu Usia, Jenis kelamin, Ras, Sosial ekonomi,
Penyakit-penyakit terdahulu, Cara Hidup, Hereditas, Nutrisi, Imunitas.
2. Faktor sumber/ Agent
Kondisi pejamu yang mengalami kekurangan ataupun kelebihan
nutrisi dapat mengganggu keseimbangan tubuh sehingga menyebabkan munculnya
penyakit.
3. Faktor lingkungan/environment
(fisik, biologis, ekonomi, bencana alam)
Terdiri dari Lingkungan biologis,
Fisik, Sosial, Ekonomi. Mempunyai pengaruh & peranan yang penting dalam
interaksi antara manusia. Hubungan dengan permasalahan gizi, yaitu: Daerah
dimana buah-buahan & sayur mayur tidak selalu tersedia, Tumbuh-tumbuhan yang mengandung
zat gizi sebagai tempat bermukim vector, Penduduk yang padat,
Perang,menyebabkan kemiskinan dan perpindahan penduduk, dan Bencana alam.
4.
Ketersediaan bahan makanan yang kurang dipasaran: Krisis Ekonomi yang berkepanjangan
dan Kegagalan produksi pertanian, Ketersediaan bahan makanan yang kurang
ditingkat rumah tangga/individu: Keadaan sosial ekonomi kurang memadai, Daya
beli yang kurang/menurun, Tingkat pengetahuan yang kurang, dan Kebiasaan/budaya
yang merugikan
5.
Penyakit Infeksi
Telah lama
diketahui adanya interaksi sinergistis antara malnutrisi dan infeksi. Infeksi
derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Malnutrisi, walaupun masih
ringan, mempunyai pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Hubungan ini sinergistis, sebab malnutrisi disertai infeksi pada umumnya
mempunyai konsekuensi yang lebih besar daripada sendiri-sendiri
DAFTAR PUSTAKA
Soemarno, Prof.Dr. Ir. MS. 2012. “Ketahanan Pangan Food
Security”. http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2012/04/KOMPENDIUM-KETAHANAN-PANGAN.ppt. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.
Rusman, Efendi. _________. “Zat Gizi Makro dan Mikro”. http://www.rusmanefendi.files.wordpress.com/2010/02/2-zat-gizi-makro-dan-mikro.pptx. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2012.
Reynald Geotena Lamabelawa, Yusuf. 2006. “Anaslisi Sistem
Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG) dalam Mengatasi Masalah Gizi Buruk di
Kabupaten Lembata”. http://www.eprints.undip.ac.id/15975/1/Yusuf_Reynald_GL.pdf. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.
Maas, Linda T. 2003. “Masalah Gizi dalam Kaitannya dengan
Ketahanan Fisik dan Produktifitas Kerja”. http://www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3774/1/fkm-linda.pdf. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.
Dewan Ketahanan Pangan (DKP). 2009. “Indonesia Tahan Pangan
dan Gizi 2015”. http://www.bkp.bangka.go.id/donlot/tahan-pangan-dan-gizi-2015_datastudi.pdf. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.
Anonim. ________. “Hubungan Kebiasaan Pemberian Makanan Tambahan
dengan Peningkatan Berat Badan Pada Balita Kurang Kalori Protein di Wilayah
Kerja Puskesmas Kecamatan Pasar Minggu Jakarta Selatan”. http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/4s1keperawatan/0910712012(SUDAH%20DI%20KUNCI)/BAB%20I.pdf. Diakses pada tanggal 09 Oktober 2012.
Aningsih, Fitria. 2012. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Masalah Gizi Masyarakat”. http://www.fitria1705.files.wordpress.com/2012/06/7-faktor-yg-mempengaruhi-masalah-gizi-masyarakat.ppt. Diakses pada tanggal 08 Oktober 2012.
Diposkan olehWinda Mulia Ningsih 06.37
MENGANALISIS DAN MENINGKATKAN
SYSTEM PERAWATAN
KESEHATAN DAN
MENYEMBUHKAN POLITIK
A.
PENGERTIAN ANALISIS KEBIJAKAN KESEHATAN
Analisis Kebijakan Kesehatan, terdiri dari 3
kata yang mengandung arti atau dimensi yang luas, yaitu analisa atau analisis,
kebijakan, dan kesehatan. Analisa atau analisis, adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (seperti karangan, perbuatan, kejadian atau peristiwa)
untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya, sebab musabab atau duduk perkaranya
(Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan merupakan suatu rangkaian
alternative yang siap dipilih berdasarkan prinsip-prinsip tertentu. Kebijakan
merupakan suatu hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternative yang
bermuara kepada keputusan tentang alternative terbaik[8]. Kebijakan adalah rangkaian dan asas yang
menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan
kepemimpinan, dan cara bertindak (tentag organisasi, atau pemerintah);
pernyataan cita-cita, tujuan, prinsip, atau maksud sebagai garis pedoman untuk
manajemen dalam usaha mencapai sasaran tertentu. Contoh: kebijakan kebudayaan,
adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar rencana atau
aktifitas suatu negara untuk mengembangkan kebudayaan bangsanya. Kebijakan
Kependudukan, adalah konsep dan garis besar rencana suatu pemerintah untuk
mengatur atau mengawasi pertumbuhan penduduk dan dinamika penduduk dalam
negaranya (Balai Pustaka, 1991).
Kebijakan berbeda makna dengan Kebijaksanaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 1991), kebijaksanaan
adalah kepandaian seseorang menggunakan akal budinya (berdasar pengalaman dan
pangetahuannya); atau kecakapan bertindak apabila menghadapi kesulitan.[11] Kebijaksanaan berkenaan dengan suatu
keputusan yang memperbolehkan sesuatu yang sebenarnya dilarang berdasarkan
alasan-alasan tertentu seperti pertimbangan kemanusiaan, keadaan gawat dll.
Kebijaksanaan selalu mengandung makna melanggar segala sesuatu yang pernah
ditetapkan karena alasan tertentu.
Menurut UU RI No. 23, tahun 1991, tentang
kesehatan, kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara soial dan ekonomi (RI, 1992).[9] Pengertian ini cenderung tidak berbeda
dengan yang dikembangkan oleh WHO, yaitu: kesehatan adalah suatu kaadaan yang
sempurna yang mencakup fisik, mental, kesejahteraan dan bukan hanya terbebasnya
dari penyakit atau kecacatan.[13] Menurut
UU No. 36, tahun 2009 Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi, analisis
kebijakan kesehatan adalah pengunaan berbagai metode penelitian dan argumen
untuk menghasilkan dan memindahkan informasi yang relevan dengan kebijakan
sehingga dapat dimanfaatkan ditingkat politik dalam rangka memecahkan
masalah kebijakan kesehatan.
B.
PERAN ANALISIS KEBIJAKAN
Analisis kebijakan kesehatan awalnya adalah
hasil pengembangan dari analisis kebijakan publik. Akibat dari semakin majunya
ilmu pengetahuan dan kebutuhan akan analisis kebijakan dalam bidang kesehatan itulah akhirnya bidang kajian analisis kebijakan kesehatan
muncul.
Sebagai suatu bidang kajian ilmu yang baru,
analisis kebijakan kesehatan memiliki peran dan fungsi dalam pelaksanaannya.
Peran dan fungsi itu adalah:
1.
Adanya analisis
kebijakan kesehatan akan memberikan keputusan yang fokus pada masalah
yang akan diselesaikan.
2.
Analisis kebijakan
kesehatan mampu menganalisis multi disiplin ilmu. Satu disiplin kebijakan dan
kedua disiplin ilmu kesehatan. Pada peran ini analisis kebijakan
kesehatan menggabungkan keduanya yang kemudian menjadi sub kajian baru dalam
khazanah keilmuan.
3.
Adanya analisis
kebijakan kesehatan, pemerintah mampu memberikan jenis tindakan
kebijakan apakah yang tepat untuk menyelesaikan suatu masalah.
4.
Memberikan kepastian
dengan memberikan kebijakan/keputusan yang sesuai atas suatu masalah yang
awalnya tidak pasti.
5.
Dan analisis kebijakan
kesehatan juga menelaah fakta-fakta yang muncul kemudian akibat dari produk
kebijakan yang telah diputuskan/diundangkan. [1] [2]
C.
PERANAN
POLITIK
Analisis kebijakan merupakan proses kognitif. Pembuatan
kebijakan merupakan proses Politik. Dengan demikian Informasi yang dihasilkan
belum tentu digunakan oleh pengambilan kebijakan.
Seorang analis harus
aktif sebagai agen perubahan, paham struktur politik, berhubungan dengan orang
yang mempengaruhi kebijakan yang dibuat, membuat usulan yang secara politis
dapat diterima pengambil kebijakan, kelompok sasaran, merencanakan usulan yang
mengarah kepada pelaksanaan.Analis hanya satu dari banyak pelaku kebijakan,
dengan pelaku kebijakan merupakan salah satu elemen sistem kebijakan. Dunn
(1988) menjelaskan adanya 3 elemen dalam sistem kebijakan, yang satu sama lain
mempunyai hubungan.
Dapat dijelaskan bahwa
3 elemen sistem kebijakan saling berhubungan:
1.
Kebijakan publik, merupakan
serangkaian pilihan yang dibuat atau tidak dibuat oleh badan atau kantor
pemerintah, dipengaruhi atau mempengaruhi lingkungan kebijakan dan kebijakan
publik.
2.
Pelaku kebijakan,
adalah kelompok masyarakat, organisasi profensi, partai politik, berbagai badan
pemerintah, wakil rakyat, dan analis kebijakan yang dipengaruhi atau
mempengaruhi pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
3.
Lingkungan kebijakan,
yakni suasana tertentu tempat kejadian di sekitar isu kebijakan itu timbul,
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pelaku kebijakan dan kebijakan publik.
Berdasarkan uraian di atas, maka seorang
analis kebijakan dapat dikategorikan sebagai aktor kebijakan yang menciptakan
dan sekaligus menghasilkan sistem kebijakan, disamping aktor kebijakan yang
lainnya. [5][6]
D.
SISTEM
KESEHATAN
Sebelum melakukan analisis kebijakan kesehatan
perlu dipahami terlebih dahulu mengenai sistem kesehatan. Bagaimana pengambilan
kebijakan dibidang kesehatan.
E.
KEBIJAKAN
KESEHATAN DI INDONESIA
1.
Isu
strategis
a.
Pemerataan dan
keterjangkauan pelayanan kesehatan yang bermutu belum optimal
b.
Sistem perencanaan dan
penganggaran departemen kesehatan belum optimal
c.
Standar dan pedoman
pelaksanaan pembangunan kesehatan masih kurang memadai
d.
Dukungan departemen
kesehatan untuk melaksanakan pembangunan kesehatan masih terbatas.
2.
Strategi
kesehatan di Indonesia
a.
Mewyjudkan komitmen
pembangunan kesehatan
b.
Meningkatkan
pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan
c.
Membina sistem
kesehatan dan sistem hukum di bidang kesehatan
d.
Mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan
e.
Melaksanakan jejaring
pembangunan kesehatan
3.
Kebijakan program promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat
a.
Pengembangan media
promosi kesehatan dan teknologi komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
b.
Pengembangan upaya
kesehatan bersumber masyarakat dan generasi muda
c.
Peningkatan pendidikan
kesehatan kepada masyarakat
4.
Kebijakan
program lingkungan sehat
a.
Penyediaan sarana air
bersih dan sanitasi dasar
b.
Pemeliharaan dan
pengawasan kualitas lingkungan
c.
Pengendalian dampak
resiko pencemaran lingkungan
d.
Pengembangan wilayah
sehat
5.
Kebijakan program upaya kesehatan dan
pelayanan kesehatan
a.
Pelayanan kesehatan
penduduk miskin di puskesmas dan jaringannya
b.
Pengadaan, peningkatan
dan perbaikan sarana dan prasarana puskesmas dan jaringannya
c.
Pengadaan peralatan
dan perbekalan kesehatan termasuk obat generik esensial
d.
Peningkatan pelayanan
kesehatan dasar yang mencakup sekurang-kurangnya promosi kesehatan, kesehatan
ibu dan anak, keluarga berencana
e.
Penyediaan biaya
operasional dan pemeliharaan
6.
Kebijakan program upaya kesehatan perorangan
a.
Pelayanan kesehatan
bagi penduduk miskin kelas III RS
b.
Pembangunan sarana dan
parasarana RS di daerah tertinggal secara selektif
c.
Perbaikan sarana dan
prasarana rumah sakit
d.
Pengadaan obat dan
perbekalan RSPeningkatan pelayanan kesehatan rujukan
e.
Pengembangan pelayanan kedokteran keluarga
f.
Penyediaan biaya
operasional dan pemeliharaan
7.
Kebijakan
program pencegahan dan pemberantasan penyakit
a.
Pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko
b.
Peningkatan imunisasi
c.
Penemuan dan
tatalaksana penderita
d.
Peningkatan surveilans
epidemologi
e.
Peningkatan KIE
pencegahan dan pemberantasan penyakit
8.
Kebijakan
program perbaikan gizi masyarakat
a.
Peningkatan pendidikan
gizi
b.
Penangulangan KEP,
anemia gizi besi, GAKI, kurang vitamin A, kekuarangan zat gizi mikro lainnya
c.
Penanggulangan gizi
lebih
d.
Peningkatan surveilans
gizi
e.
Pemberdayaan
masyarakat untuk pencapaian keluarga sadar gizi
9.
Kebijakan
program sumber daya kesehatan
a.
Peningkatan mutu
penggunaan obat dan perbekalan kesehatan
b.
Peningkatan
keterjangkauan harga obat dan perbekalan kesehatan terutama untuk penduduk
miskin
c.
Peningkatan mutu
pelayanan farmasi komunitas dan rumah sakit
10. Kebijakan program kebijakan dan manajemen
pembangunan kesehatan
a.
Pengkajian dan
penyusunan kebijakan
b.
Pengembangan sistem
perencanaan dan pengangaran, pelaksanaan dan pengendalian, pengawasan dan
penyempurnaan administrasi keuangan, serta hukum kesehatan
c.
Pengembangan sistem
informasi kesehatan
d.
Pengembangan sistem
kesehatan daerah
e.
Peningkatan jaminan
pembiayaan kesehatan
11. Kebijakan program penelitian dan pengembagan
kesehatan
a.
Penelitian dan
pengembangan
b.
Pengembangan tenaga,
sarana dan prasarana penelitian
c.
Penyebarluasan dan
pemanfaatan hasil penelitian dan pengembangan kesehatan[4][7]
DAFTAR
PUSTAKA
[1]AnneAhira.com. Konsep dan Implementasi Analisis Kebijakan Kesehatan (online)
http://www.AnneAhira.com/artikel/analisis-kebijakan-kesehatan.html. Minggu, 13 Maret 2011 pkl 18.52
[2]Arif Kurniawan. Kebijakan Kesehatan (online) http://images.albadroe.multiply.multiplycontent.com/attachment/0/Rt5PkgoKCsAAABj74Sc1/kebijakan%20kesehatan.ppt?nmid=56606948. Minggu, 13 Maret 2011 pkl 14.45
[3]Ayun Sriatmi. Sejarah analisis kebijakan dan kerangka
analisis kebijakan (online) http://eprints.undip.ac.id/6256/1/Kerangka_analisis_kebijakan_-_ayun_sriatmi.pdf Senin, 14 maret 2011 pukul 14.01
[4] Departemen Kesehatan RI. 2009. Sistem Kesehatan Nasional.
Jakarta : Departemen Kesehatan RI
[5] Dunn WN. 1988. Analisa Kebijaksanaan Publik.
Yogyakarta : PT. Hanindita
[6] Dunn WN. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
[7]Juanita. Kesehatan dan Pembangunan Nasional (online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3737/1/fkm-juanita2.pdf Jumat, 4 Maret 2011 pkl 18.59
[8] Pasolong Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik.
Bandung : Alfabeta
[9] Republik Indonesia. 1992. Undang-Undang No. 23 tahun
1992, tentang Kesehatan. Penerbit Sinar Grafika 1992
[10] Siagian SP. 1985. Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan
Dan Strategi Organisasi. Jakarta : PT. Gunung Agung
[11]Surya Utama. Dasar-Dasar Analisis Kebijakan Kesehatan
(online) http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3765/1/fkm-surya4.pdf. Jumat, 11 Maret 2011 pkl 15.31
[12] Tim Redaksi Pustaka Yustisia. 2010. Undang-Undang
Kesehatan dan Rumah Sakit 2009. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Yustisia
[13] Tulchinsky Ted., Varavikova Elena. The New Public Health
(text book)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar